Powered by Blogger.

Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 2

Written By Yayasan Peduli Remaja Mentari on Monday, October 1, 2012 | 11:06


KEJAHATAN SNOUCK HURGRONJE: (1857-1936 M)
 
Seorang peneliti Belanda kontemporer, Koenings Veld, menjelas­kan bahwa realitas budaya di negerinya membawa pengaruh besar terhadap kejiwaan dan sikap Snouck selanjutnya. Pada saat itu, para ahli perbandingan agama dan ahli perbandingan sejarah sangat dipengaruhi oleh Teori Evolusi Darwin. Hal ini membawa konsekuensi khusus dalam teori peradaban di ka­langan cendekiawan Barat bahwa peradaban Eropa dan Kristen adalah puncak peradaban dunia. Sementara itu, Islam yang datang belakangan, menurut mereka, adalah upaya untuk memutus per­kembangan peradaban ini. Bagi kalangan Nasrani, kenyataan ini dianggap hukuman atas dosa-dosa mereka.Ringkasnya, agama dan peradaban Eropa adalah lebih tinggi dan lebih baik dibanding agama dan peradaban Timur. Teori peradaban ini berpengaruh besar terhadap sikap dan pemikiran Snouck selanjutnya.
 
Pada tahun 1876, saat menjadi mahasiswa di Leiden, Snouck pernah berkata, "Adalah kewajiban kita untuk membantu pen­duduk negeri jajahan -maksudnya warga Muslim Indonesia - ­agar terbebas dari Islam." Sejak itu, sikap dan pandangan Snouck terhadap Islam tidak pernah berubah.

Snouck pernah mengajar di Institut Leiden dan Delf, yaitu lembaga yang memberikan pelatihan bagi warga Belanda sebelum ditugaskan di Indonesia. Saat itu, Snouck belum pernah datang ke Indonesia, namun ia mulai aktif dalam masalah-maasalah penjajah­an Belanda. Pada saat vang sama, Perang Aceh mulai bergolak.

Saat tinggal di Jedah, ia berkenalan dengan dua orang Indonesia yaitu Raden Abu Bakar Jayadiningrat dan Haji Hasan Musthafa. Dari keduanya Snouck belajar bahasa Melayu dan mulai bergaul dengan para jamaah haji dari Indonesia untuk mendapatkan in­formasi yang ia butuhkan.

Pada saat itu pula, ia menyatakan keislamannya dan mengu­capkan syahadat di depan khalayak dengan memakai nama Ahdul Ghaffar. Seorang Indonesia berkirim surat kepada Snouck yang isinya menyebutkan "Karena Anda telah menyatakan masuk Islam di hadapan orang banyak dan ulama-ulama Mekah telah mengakui keislaman Anda." Seluruh aktivitas Snouck selama di Saudi tercatat dalam dokumen-dokumen di Universitas Leiden, Belanda. Snouck menetap di Mekah selama enam bulan dan disambut hangat oleh seorang ulama besar Mekah, yaitu Waliyul Hijaz. Ia lalu kembali ke negaranya pada tahun 1885. Penyambutan hangat seperti ini sering juga dilakukan oleh umat/tokoh di Indonesia terhadap para mantan non muslim, bahkan mendadak menjadi Ustad/Ustadzh yang kondang. Tidak sedikit dengan ilmu yang seadanya menerbitkan tulisan-tulisan yang membahas tentang keislaman terkait dengan masalah aqidah, seperti layaknya seorang ulama. Kadang namanya lebih dikenal dari ustadz/ustadzah yang sebenarnya.

Selama di Saudi, Snouck memperoleh data-data penting dan strategis bagi kepentingan pemerintah penjajah. Informasi itu ia dapatkan dengan mudah karena tokoh-tokoh Indonesia yang ada di sana sudah menganggapnya sebagai saudara seagama kesempatan ini digunakan oleh Snauck untuk memperkuat hubungan dengan tokoh-tokoh yang berasal dari Aceh yang menetap di negeri Hijaz saat itu.

Snouck kemudian menawarkan diri kepada pemerintah pen­jajah Belanda untuk ditugaskan di Aceh. Saat itu, Perang Aceh dan Belanda mulai berkecamuk. Snouck masih terus melakukan surat menyurat dengan ulama asal Aceh di Mekah.

Snouck tiba di Jakarta pada tahun 1889. Jendral Beraker Hourdec  dengan hidden missionnya menyiapkan tokoh-tokoh Islam untuk dapat membantunya. Seorang di antaranya adalah tokoh keturunan Arab, yaitu Sayyid Utsman Yahya bin Aqil Al Alawi. Tentunya beliau dan juga seperti banyak tokoh lainnya tidak menyadari misi terselubung Snouck ini.

Selain itu, ia juga dibantu sahabat lamanya ketika di Mekah, Haji Hasan Musthafa yang diberi posisi sebagai penasihat untuk wilayah Jawa Barat. Karena kelihaiannya, tentunya kedua orang tokoh Islam ini tidak menyadari Snouck yang sebenarnya. Snouck sendiri memegang jabatan sebagai penasihat resmi pemerintah penjajah Belanda dalam bidang bahasa Timur dan Fikih Islam. Jabatan ini masih dipegangnya hingga setelah kembali ke Belanda pada tahun 1906.
Misi utama Snouck adalah "membersihkan" Aceh. Setelah melakukan studi mendalam tentang semua yang terkait dengan masyarakat ini, Snouck menulis laporan panjang yang berjudul Kejahatan-Kejahatan Aceh. Laporan ini kemudian menjadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapai masalah Aceh.

Pada bagian pertama, Snouck menjelaskan tentang kultur ma­syarakat Aceh, peran Islam, ulama, dan peran tokoh pemimpinnya. la menegaskan pada bagian ini bahwa yang berada di be­lakang perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para ulama. Sedangkan tokoh-tokoh formalnya bisa diajak damai dan dijadikan sekutu karena mereka hanya memikirkan bisnisnya.

Sebelumnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 1
Selanjutnya : Biografi Orientalis "Penakluk Aceh" Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Part 3

0 comments:

Post a Comment